CHAPTER 361: CARPE DIEM
Meninggalkan rumah selepas Subuh, naik KRL dan harus pindah 3 kali, lalu lanjut Gojek motor ke lokasi training adalah sebuah bentuk perjuangan umum yang dijalani kelas menengah di negeri ini. Khususnya yang berdomisili di kota besar seperti Jakarta dan wilayah pinggiran penyokongnya Tangerang, Depok, Bogor, Bekasi.
Ditambah awan gelap, langit mendung, dan acapkali disertai hujan membuat setiap perjalanan empat hari itu terasa kesan perjuangan hidup kelas menengahnya.
Naik KRL dari stasiun Citayam transit di stasiun Manggarai, sambung KRL ke arah stasiun Tanah Abang lalu turun disana untuk pihak KRL ke arah Palmerah. Di stasiun Manggarai, situasi lautan manusia ketika menuruni tangga untuk pindah KRL adalah pemandangan lazim.
Jadi ingat pesan klasik, perjuanganlah hidupmu dari masa muda sebaik-baiknya supaya kehidupan di masa tua bisa lebih sukses dan gak perlu umpel-umpelan di stasiun KRL seperti itu. Bukan menyesal, karena buatku masa keras di masa muda yang telah membuatku lebih kuat dan tangguh di kehidupan padat penduduk seperti ini.
Tiba di stasiun Palmerah bergegas memesan Gojek secara online, karena tepat setelah tangga turun di situ ternyata sudah ada shelter layanan ride hailing itu.
Setelah naik di setiap motor Gojek, rutenya selalu melintasi kawasan pasar Palmerah dan area padat penduduk di Kemanggisan. Tiba-tiba aku ingat masa remaja kala melintasi rute ini, setidaknya tetap harus bersyukur karena ada eskalasi dalam grafik kehidupanku sebenarnya. Dari dulu orang tua yang gak pernah punya rumah sendiri, orang tua yang bercerai, supporting dari banyak pihak, kini hidupku alhamdulillah bisa dibilang jauh lebih mandiri.
Punya rumah sendiri meski mungil, punya istri perempuan terbaik yang pernah kudapatkan, serta anak-anak yang menjadi penyemangatku untuk melanjutkan proses hidup sebaik-baiknya. Petikan orang pintar menyebutnya, "Seize the day."
Tidak sepenuhnya mandiri memang, karena pada akhirnya aku tidak sekuat itu. Ada beberapa malaikat tak bersayap yang telah jadi perantara rezeki Allah SWT melalui mereka, mulai dari pak Ari yang petinggi di perusahaan ban Gajah Tunggal, bu Ruth pengusaha aftersales otomotif dari Semarang, mbak Tantri yang kini jadi Markom Head di Hyundai Gowa, mas Johnny TG panutan kebanggaanku di kehidupan sebagai jurnalis otomotif, hingga yang teranyar Pung Adi om sekaligus temanku kecilku yang sudah sangat sukses dalam pencapaian karirnya.
Ya, pada akhirnya aku juga memang harus menyadari aku gak sekuat itu, gak sepintar itu. Yang berusaha aku jaga kini adalah kejujuran, kesetiaan, displin, integritas, semangat militansiku. Ya, seperti kata Jalaluddin Rumi, "Kemarin aku pintar, aku ingin mengubah dunia, sekarang aku bijak, maka dari itu aku mengubah diriku sendiri."
Jalani hidup hingga di titik ini, aku semakin menyadari untuk lebih belajar diam, mendengarkan, dan tetap bersyukur. Atas banyak hal yang terjadi di depan mata dan sekeliling tidak sesuai ekspektasi sudah saatnya tidak harus selalu direspon. Hormati saja dan biarkan mereka melintas lebih dulu. Lebih tenang dan lebih menikmati setiap proses hidup.
Tetap jadi diri sendiri yang lebih tenang, karena semakin sadar jika setiap orang punya cerita perjuangannya sendiri, dengan ujiannya masing-masing.
Selesaikan sebaik-baiknya yang aku bisa, hindari friksi cari solusi, di sisa hidup tetap berusaha jadi versi terbaik diriku, "Carpe diem."
-
Bogor, 22 Desember 2024
Komentar
Posting Komentar