CHAPTER 372: RASA MALU DIKALAHKAN OLEH RASA BUTUH

Ucapan di atas itu sebenarnya ucapan Kang Dedi Mulyadi yang dimuat di media online Kompas pada 7 Mei 2025. 

Menurut ayah, slogan itu pas untuk menjadi refleksi sikap dan tindakan banyak orang di negeri ini, baik dalam hal baik maupun untuk tindakan buruk seperti korupsi. 

Hmm, bahkan tiba-tiba ayah kepikiran hal itu bukan hanya semata slogan, tapi bisa jadi berubah menjadi pedoman baru bagi sebagian kalangan. 

Parahnya kemudian ketika kebutuhan itu berubah jadi kesempatan memanfaatkan kesempatan dengan cara dan situasi apapun. Singkatnya kalap dan salah kaprah. 

Karena pedoman itu banyak hal yang menjadi tidak jelas batasannya. Semisal pernyataan Menteri Perdagangan sebagaimana dimuat juga di media online Kompas, soal perilaku belanja masyarakat yang berubah menjadi penyebab maraknya tutupnya gerai retail di negeri ini. Padahal menurut ayah, hal ini juga dipicu oleh lemahnya kebijakan pemerintah dalam memproteksi bisnis skala UMKM dari serbuan barang-barang dari luar negeri yang jauh lebih murah khususnya dari China. 

Buat konsumen sebenarnya masuknya barang-barang murah dari China menjadi solusi untuk mengurangi biaya belanja dibanding membeli produk dalam negeri yang notabene lebih mahal. Hanya saja hal ini juga memperkuat premis kalau negeri ini tidak lebih dari pasar ketimbang sebagai produsen. Kita jadi lebih bergantung pada produk-produk luar yang lebih murah, sementara produsen sejenis dari dalam negeri terpaksa gulung tikar alias bangkrut karena gagal bersaing. 

Ya, ayah masih berpikir pelindung negeri ini memang langsung Tuhan sejak dulu, dan pemerintah masih senantiasa keluh dan gagap. Salah satu contohnya ditangkapnya pelaku UMKM di Banjar Kalimantan Selatan, karena dianggap melanggar ketentuan perlindungan konsumen karena tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa. Beberapa suara netizen mengatakan, mestinya pemerintah membantu melakukan penyuluhan dan panduan lebih lanjut dibanding menutup usaha tersebut. 

Tapi ya, kebijakan instan dan tambal sulam sudah menjadi warna dari waktu ke waktu hingga kini. Simak saja dari kebijakan dari ranah pemerintah untuk menutup sebuah jembatan yang sudah berusia 15 tahun di Karawang. Inisiatif dan inovasi dari kalangan bawah lebih mudah divonis dibanding difasilitasi untuk lebih maju. 

Ya, tidak heran sebenarnya kualitas kebijakan pemerintah kita jika menilik IQ rata-rata orang Indonesia hanya 78,49 atau hanya 3,49 lebih tinggi dibanding Forrest Gump. Data lain menyebutkan level membaca orang Indonesia hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang suka membaca. Data Bank Dunia di bulan Mei 2025, level kemiskinan di Indonesia mencapai 60,3 persen. Suka bodoh, goblok, miskin, orang Indonesia juga dinilai sebagai paling malas jalan kaki menurut riset Stanford University di akhir 2024. Jadi bayangkan kompleks sudah, karena label kemalasan pun dimiliki secara sahih oleh bangsa ini. 

Di saat potensi Bonus Demografi di negeri ini, hal-hal negatif malah menyertai perjalanan. Mau ke mana kita sebenarnya? 

Daripada mumet-mumet yah di saat ini ayah cuma bisa maksimalkan peluang dan pekerjaan yang ada di depan mata, bertahan dan tetap gigih sebaik-baiknya, sambil berdoa agar Tuhan memberkahi setiap derap langkah kita dalam kebaikan, dan semoga kehidupan kalian nanti jauh lebih baik daripada situasi yang ayah hadapi, Aamiiin. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 344: NELANGSA, BERSYUKUR, JALANI, HADAPI!

CHAPTER 183: PENGALAMAN LARI PERTAMA KALI DI ATAS DUA JAM