CHAPTER 350: JALAN YANG BERLIKU!

Jalan hidupku dapat disebut berliku sejak dulu, dan rasanya kalau dibanting terjun bebas oleh kehidupan sudah sering terjadi. 

Mengeluh? Mungkin dulu lama sekali saat muda, tapi semestinya sekarang bukan masanya lagi. Harus lebih dewasa, mengerti dan menerima takdir, mensyukuri malah seyogyanya. Daripada merutuki, nanti malah terjerembab gundah gulana, hidup pun jadi tidak enak dijalani. 

Pada beberapa titik toh rasanya sudah harus merasa beruntung dan diberkahi Tuhan bisa jalan sejauh ini, jadi kalau masih marah dan gak ikhlas, kok kayaknya melupakan jejak pencapaian panjang yang sudah terjadi. 

Tidak mudah memang berada di zona biasa-biasa saja. Kadang akhir-akhir ini, aku berpikir mestinya tidak mengkerdilkan dan mengekang kemampuan diri, supaya bisa lebih sukses dan terbang lebih tinggi. Tapi, ya lagi-lagi kata "tapi" salah satu kata favoritku terbersit di benak, jikalau menjadi diri sendiri jauh lebih penting dan enak dijalani, dengan segala konsekuensinya. Nikmati saja. 

Jika sudah mengendurkan urat saraf, emosi, dan keinginan, toh rasanya jadi lebih lega. Toh, manusiawi banget jika merasa mentok di satu titik. Bersabar untuk melanjutkan perjalanan yang bisa sebentar lagi badainya usai, bisa jadi keputusan yang lebih baik. Namun, terkadang atau acap kali, berhenti dan menutup satu pintu pun dapat menjadi sebuah keputusan hidup yang lebih baik. Biasanya, satu pintu baru akan terbuka. 

"This shall too pass", ya ada benarnya pada akhirnya semuanya akan berlalu. Baik saat terus berjalan, ataupun berhenti ke jalan tersebut menunggu alur perjalanan baru muncul sebagai arah berikutnya. Tidak ada yang salah, tinggal memilih dan mendengar kata dalam diri, mana keputusan terbaik di antara pilihan yang ada. Risiko dan konsekuensi dua mata sisi uang semestinya akan muncul pada tiap keputusan hidup, apapun itu. 

Tentu, ada rasa berat, saat ada diserahi tanggungjawab satu istri dan empat orang anak dari Tuhan, tapi (ya lagi-lagi kata "tapi" muncul dalam benak) bagaimana bisa membantu mereka jikalah aku sendiri tengah terpuruk dengan kapasitas energi yang menurun, serta belum muncul rencana yang lebih jelas. Pada akhirnya, aku pun harus menyadari jikalau aku hanyalah manusia biasa, yang bisa banget lemah dan terjatuh, tidak hanya sekali dan bisa terjadi berkali-kali. 

Menyerah total memang belum, saat ini lebih kepada ikhlas pada keputusan berikutnya dari Pemilik Hidup yang sesungguhnya. 

Semoga saja bisa berakhir baik seperti di pemikiranku. Satu keinginan puncak hanya ingin produktif untuk kehidupan istri dan keempat anakku, sebelum mati. Ya, hanya itu. 

Semoga itu tidak terlalu muluk untuk dikabulkan, semoga!  

-

Sabtu, 18 Mei 2024



Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 372: RASA MALU DIKALAHKAN OLEH RASA BUTUH

CHAPTER 183: PENGALAMAN LARI PERTAMA KALI DI ATAS DUA JAM

CHAPTER 344: NELANGSA, BERSYUKUR, JALANI, HADAPI!