CHAPTER 353: AKU BERUSAHA MEMBUAT OTAKKU TETAP BERPUTAR, DAN RASAKU TETAP BISA MENJELAJAH!

Terlalu sering rasanya, aku menulis keadaan sedang tidak baik-baik saja. Seakan jadi pertanda, jika ternyata aku mungkin tidak berusaha beranjak dari titik yang sama. Hanya berputar-putar di situ-situ saja.

Namun, apakah benar?

Sebenarnya, benakku selalu berusaha mencari jalan keluar. Berpikir, mau kemana setelah dari sini, dan mau bikin apa lagi?

"Aku bisa apa?" pertanyaan ini sering berulang di benakku. 

Sempat terbersit, sebuah kesalahan yang mungkin beberapa kali kusampaikan ke Bu Yon, "Hmm, bagaimana nasib bisa berubah, kalau sikapmu yang kayak gini tidak berubah?! Pantas, rezeki seakan menjauh jika terus begitu!" kataku seolah menghakimi dan menyalahkan Bu Yon atas apa yang terjadi. 

Pagi ini Rabu 29 Mei 2024, terbersit intuisi jika bisa jadi sikap dan cara pandangku itu keliru pada Bu Yon. Mestinya, aku tidak menyalahkan Bu Yon atas apa yang terjadi. Hal ini seyogyanya mesti aku ingat, agar tidak terulang lagi kelak. 

Kegagalan, ataupun rangkaian kegagalan tidak serta merta harus ditutup dengan jari telunjuk untuk saling menyalahkan, siapapun itu. Baik ke istri, anak-anak, diri sendiri, ataupun keadaan. Lebih baik, harus fokus mencari solusi atau jalan keluar, agar keadaan buruk seperti yang sudah terjadi tidak terulang kembali di masa depan. 

Di satu titik, sikapku yang kurang bergaul juga menjadi rintangan tersendiri untuk mencari jalan keluar. Zaman sekarang, mestinya membuat simpul jaringan adalah sebuah keharusan. Karena relasi adalah jejaring yang bisa membantu kita untuk tidak terjatuh lebih dalam saat terpeleset karena cobaan-cobaan kehidupan. 

Tapi apalagi, sudah terlanjur. Rasanya, sudah sangat terlambat untuk membangun jaringan di saat sekarang. Aku sudah terlanjur menjadi seorang penyendiri, sejak lama sekali. 

Sayangnya, kini ada empat anak di rumah kami, yang memaksaku untuk berusaha menaikkan kapasitas energi mencari jalan keluar. Demi mereka, karena ini tanggungjawabku sebagai orang tua, penyebab mereka ada di sini. 

Tentu aku berharap keadaan bisa lebih baik-baik ke depan, tidak lagi terjebak dalam persoalan yang sama, yaitu keterdesakan ekonomi. 

Sebenarnya, sudah banyak hal yang telah aku lakukan. Meminta pertolongan mencari peluang kerja ke kenalan-kenalan yang aku kenal, mencoba peruntungan mencari kerja di usia yang tidak lagi muda dan kondisi persaingan yang semakin ketat di luar sana. Mencoba usaha sendiri, jangan tanya lagi, sudah aku lakukan setidaknya sejak tahun 2008. Pernah juga menghasilkan cukup, dan bahkan sangat baik. Tapi momen keemasan itu kini sudah berlalu, meninggalkan aku dalam kondisi dan situasi yang sangat keteteran saat ini. 

Rangkaian cobaan yang datang, menderu-deru, berkali-kali, menerpa, menjejali ruang hidupku hingga terasa sesak. Meski, di sisi lain, keberulangan berada di situasi seperti ini membuatku jadi lebih terbiasa dan bisa lebih tenang menghadapi gelombang persoalan yang semakin intens datang. 

Ya, tidak atau belum terselesaikan hingga tulisan ini dibuat, karena jalan keluarnya memang belum ketemu. Simpel, jalan keluarnya adalah aku kembali bekerja demi menghasilkan uang yang cukup untuk membiayai kehidupan kami. Namun, hal ini belum terealisasi hingga kini. Satu-satunya harapan yang masih terlihat saat ini, adalah bekerja di kantor yang dipimpin seorang pamanku. Namun, seperti kata Bu Yon, kalau rezeki gak bakal kemana, ataupun mudah-mudahan ada rezeki tak terduga lainnya kalaupun tidak atau bukan itu."

Ya, untuk hal-hal penyemangat seperti ini dari Bu Yon yang senantiasa melegakan hatiku, meruntuhkan kekhawatiranku. 

Sungguh tidak enak memang dalam ketidakberdayaan seperti ini, di saat tuntutan kebutuhan hidup semakin intens datang. Mau keluar rumah, mau kemana lagi, dan keluar pun butuh biaya. Di rumah, kalaupun diam saja, rasa kecemasan malah timbul menggunung. Ya, kalau sekadar berbaring, malah jadi overthinking atau jadi berpikir macam-macam gak karuan. 

Jadilah, aku menulis saja. Sembari berdoa, semoga segera ada jalan keluar. Bisa kembali menemukan sebuah pekerjaan yang cukup untuk membiayai kebutuhan keluarga, hingga anak-anak bisa mandiri kelak. 

Satu hal yang mesti kutanamkan pada diriku jika kesempatan itu datang lagi. Aku harus banyak berbenah diri, jalani kesempatan yang ada sebaik-baiknya, tidak boleh mengeluh dan mudah emosi, tidak boleh overthinking dan tidak boleh over promise juga, selalu berusaha tenang dan mencari jalan keluar ketika kembali dihadapkan pada situasi yang pelik, serta hindari perdebatan yang tidak perlu jika perlu mengalah saja agar energi tidak terbuang-buang sia-sia.  

Ya, aku harus bisa melangkah lebih sederhana, bisa lebih tenang, harus bisa menganggap jika setiap langkah ikhtiar di saat ini dan ke depan adalah tidak lebih dari ibadah untuk kepentingan keluarga yang telah kubentuk. Ya, semestinya itu saja. Toh, sudah sejak tahun 2011 aku sudah berusaha disiplin di pola kehidupan minimalis, hal yang sebenarnya memiliki korelasi kuat dengan pemahaman stoikisme yang sempat mencuat ke permukaan kehidupan sosial di negeri ini beberapa waktu lalu. 

Toh, pola kehidupan minimalis yang sudah kujalani dalam 13 tahun terakhir ini, kini juga telah kupadu dengan pola membatasi jendela makan yang kerennya disebut sebagai "intermittent fasting", jadi semestinya kepentingan untuk diri sendiri sudah semakin terbiasa sangat minimalis. Bisa dibilang aku semakin lupa pada diriku sendiri, buatku aku ada kalau Bu Yon dan anak-anaknya bisa tercukupi kebutuhan hidupnya serta berbahagia. 

Itu saja. 

Semogalah!

Bogor, 29 Mei 2024   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CHAPTER 372: RASA MALU DIKALAHKAN OLEH RASA BUTUH

CHAPTER 183: PENGALAMAN LARI PERTAMA KALI DI ATAS DUA JAM

CHAPTER 344: NELANGSA, BERSYUKUR, JALANI, HADAPI!