CHAPTER 365: GAGAP
Setidaknya hingga kini, aku hanya nyaris diceraikan istri. Belum pernah diusir, belum pernah dicakar, mudah-mudahan tidak akan pernah selamanya, karena aku berharap aku dan bini masih bisa bersama di kehidupan berikutnya.
Aku juga merasa lebih beruntung soal beragama. Meski jauh dari lingkup religius, namun aku percaya Allah itu ada dan mengasihiku, memberkahiku dalam banyak kesempatan. Meski di banyak waktu, Allah juga menempaku, membantingku sedemikian rupa, hingga aku sempat merasa berada di titik terbawah dan di jalan buntu. Tapi Allah sekali lagi selalu Maha Baik, dikeluarkannya aku dari situasi pelit dan sulit itu dalam waktu sebentar saja.
Di dua hal itu, aku merasa masih lebih beruntung dibanding pak Pram.
Tapi aku sepakat pada pandangannya jika pemangku kekuasaan negeri ini selalu gagap dan tidak siap menjadi pemimpin yang sebenarnya dan merdeka. Terlalu banyak kompromi dan kegugupan dalam realisasinya, sehingga mereka bisa didikte dalam mengeluarkan keputusan untuk rakyat. Didikte oleh negara pemodal, ataupun oleh para penguasa modal dalam negeri.
Dalam realisasi kebijakan juga bukan rahasia lagi jika outputnya adalah birokrasi yang njelimet dan banyak celah pungli, dan pada taraf distribusi dana juga sudah terlanjur dikenal korup.
Beruntung, rakyat negeri ini dari dulu selalu tangguh dalam bertahan dan menghadapi ujian keputusan penguasa dari waktu ke waktu.
Kini, aku sudah semakin terbiasa untuk meninggalkan sikap kritisku. Lebih berusaha tegar dan menjalani apa yang ada di depan mata sebaik-baiknya, sambil berharap serta berdoa semoga tidak bersua dengan nasib sial berhadapan langsung dengan manusia-manusia berhati keji bertopeng malaikat yang culas dan bertangan kotor.
Di sisi yang lain, kalau dibilang lelah dan kehilangan rasa bahagia, jujur kerap kali menderaku. Tapi sudah kuikrarkan untuk bertahan sekuat-kuatnya, dengan doa dan tekad.
Semoga segala sesuatu dapat berjalan lebih baik hingga di penghujung hidup nanti, Aamiiin.
Komentar
Posting Komentar